Matahari semakin meninggi, roda-roda sepeda berpacu dengan lelah pengendaranya. Angin datang bergelung ketika kami menuruni turunan berbatu.
Brak…pstt…pst…
Suara angin berhembus kencang dari ban belakang sepeda. Laju sepeda yang tadinya meliuk kencang sedikit demi sedikit berhenti. Saya memeriksa tas peralatan yang biasa saya gantung dibelakang sadel. Ban cadangan sudah terpakai minggu lalu dan saya lupa memasukkan ban cadangan lain. Kami berada 40 km dari rumah di sebuah perkampungan yang sepi.

Mencoba Jalan Tanah
Matahari bersembunyi di balik gumpalan awan. Tadi pagi hujan turun menyapu debu-debu dari cuaca panas. Perjalanan baru 10 km, sepatu dan kaki saya sudah berwarna kelabu. Terpercik lumpur dari debu-debu yang tersiram air hujan. Partner sepeda saya Hasbullah Syarif yang lebih dikenal dengan nama Ulla menikmati kondisi ini dengan sesekali mengobrol. Kami tersenyum pada seorang pengendara sepeda yang berkendara sendiri, Bunyi shifter – tungkai pemindah gigi- berkolaborasi dengan deru napas bercampur angin yang berhembus dari sela-sela daun. Sesekali suara burung mengiringi pergerakan kami menuju ke Desa Pucak, Tompobulu, Maros.

Jalan mulus sudah diaspal
Pucak adalah sebuah daerah peristirahatan dan perkampungan yang terletak sekitar 40 km dari Kota Makassar. Sekitar dua jam perjalanan bersepeda. Penduduk sekitar berprofesi kebanyakan menjadi petani. Sawah ladang menjadi menjadi tumpuan hidup. Di kawasan ini, musim bercocok tanam padi hanya biasa di lakukan dua kali setahun. Jaringan irigasi belum menjangkau tempat ini.
Daerah ini juga merupakan kawasan latihan militer sehingga tidak semua kawasan dapat dengan bebas diakses. Beberapa kompi militer bermarkas di kawasan ini. Penduduk Pucak cukup beragam, sebagian merupakan penduduk asli sebagian pula adalah pendatang, Umumnya adalah pensiunan militer yang memutuskan untuk tinggal setelah masa pengabdiaannya selesai.
Setelah 22 km kami memutuskan untuk melipir sejenak. Menikmati teh dan pisang goreng di sebuah warung tempat kami sering mampir di Patalassang. Ulla penasaran dengan rasa coto di di warung ini .Alih-alih hanya ngemil kami masing-masing malah menghabiskan semangkok coto dan sepiring nasi.
Tak terasa setengah jam sudah kami di warung ini dan perjalananpun kami lanjutkan kembali. Menyusuri kawasan Patalassang.
“Harga tanah sudah mulai naik semenjak kawasan ini akan menjadi kawasan industri” kisah seorang warga yang menemani kami mengobrol di warung.

Menikmati Kopi
Kerinduan saya bersepeda hari ini terobati, kesibukan selama tiga minggu terakhir nyaris membuat saya tidak dapat bersantai. Dua jam bersepeda sampailah kami di Desa Pucak. Setelah bertanya beberapa kali akhirnya kami sampai di Pucak Teaching Farm. Tempat ini merupakan destinasi akhir sebelum kembali ke Makassar. Untuk masuk ketempat ini pengunjung diharuskan membeli karcis. Cukup hanya membayar lima ribu rupiah.
Kawasan Pucak Teaching Farm di lengkapi dengan kolam renang. Ada beberapa kolam renang dan wahana air yang bisa dinikmati. Ada juga pondok-pondok dan aula yang bisa dipergunakan untuk gathering. Kang Dani –kawan latihan kami via Whats App menyarankan kami untuk mengunjungi kolam buaya dan sebuah sungai dengan beberapa spot foto yang menarik. Sayangnya jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Cukup menguras energi bersepeda dengan jarak yang cukup jauh di udara panas.

Pucak Teaching Farm
***
Dua lelaki berotot sibuk menimang-nimang senjata. Sebuah senapan panjang mirip yang dipakai oleh snipper. Senjata panjang ini merupakan hasil rakitan Pak Dayat untuk berburu ikan. Beliau yang awalnya hobby memancing mendapati beberapa spot ikan dengan ukuran besar.Ikan yang banyak di spot tersebut adalah ikan jenis Baramundi.
Baramundi adalah ikan yang berukuran cukup besar dengan kulit sisik yang tebal, cukup sulit untuk ditangkap dengan pancingan biasa. Sebagai seorang yang terbiasa menangkap ikan, rasa penasarannya membuncah. Dari bengkel las yang dimilikinya, Pak Dayat memodifikasi sebuah senapan angin sebagai penombak ikan.
Pak Dayat sendiri lulusan sekolah STM. “Dulu waktu sekolah kami di ajarkan dasar-dasar mekanisme kerja senjata, kebetulan sekolah saya merupakan binaan angkatan darat ” kisahnya. Dari balik kantongnya dikeluarkannya sebuah handphone dan dengan bangga beliau menunjukkan foto ikan tangkapannya.
Pertemuan kami dengan Pak Dayat berawal dari kejadian ban bocor sekitar 6 kilometer setelah meninggalkan Pucak Teaching Farm, dengan terpaksa saya mengayuh sepeda dengan ban bocor. Bunyi bletak… bletak terus terdengar dari ban belakang.
Sebuah harapan muncul ketika kami melewati sebuah bengkel. Di halaman bengkel tersebut terparkir mobil bak terbuka. Setelah menunggu beberapa lama, muncullah seorang pria kurus dengan lengan cukup berotot dari dalam rumah. Saya menaksir umurnya mendekati 40 tahun. Kami berbincang sejenak dan dia pun menyanggupi untuk menyewakan mobil tersebut untuk kami pakai pulang.

Mencoba Senjata Pak Dayat
Mekanisme kerja senjata penangkap ikan buatan Pak Dayat sederhana. Sebuah pelontar berbentuk ketapel dan sebuah anak panah yang dibelakangnya dikaitkan tali pancing. Segera setelah anak panah tertancap di tubuh ikan maka tinggal menunggu ikan lemas dan tali pancing tinggal di tarik. Metode ini adalah pengalaman pribadi Pak Dayat. Tekstur sisik ikan yang tebal ternyata cukup sulit di tembus anak panah. Bagian yang paling rawan hanya pada punggung dan batok kepala ikan.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal diperlukan anak panah yang mampu melesat stabil dan lurus.Pak Dayat sendiri membutuhkan beberapa percobaan untuk mendapatkan anak panah yang sesuai.Menariknya anak panah tersebut diberi nama.
Anak panah yang arahnya stabil dan lurus dalam air diberi nama paku alam. Nama ini diberikan setelah dalam percobaan anak panah itu nyaris mengangkat benda-benda aneh yang terkubur di dasar sungai. Anak panah inilah yang menjadi percobaan yang dianggap Pak Dayat berhasil.
Ada lagi anak panah yang diberi nama bulan sabit, karena arahnya selalu melenceng seperti bulan sabit. Ada lagi anak panah dengan nama serangan balik.Disebut demikian karena arahnya selalu melenceng seperti boomerang.
Mentari semakin meninggi. Tak lama rekan Pak Dayat yang akan membawa kami pulang datang, kami pun pamit. Keterbatasan waktu membuat saya tidak mengunjungi bebeapa spot menarik di Pucak. Saya bertekad akan kembali ke sana dan jika beruntung, saya ingin menikmati lezatnya ikan tangkapan Pak Dayat.
deh, sejuknya itu perjalanan pergi ta.. btw, boleh tahu skincare dan sunblock yang Om pakai biar tidak terpapar matahari?
Alhamdulillah saya selama ini cuma pake air wudhu ji. Kadang-kadang untuk menambah perawatan, saya oles pake Wak Doyok agar bulu-bulu saya terhindar dari kerontokan
Naik sepeda ke Pucca luar biasa semangatnya, saya pernah di bobcebg ke Pucca karena ada rumah teman daerah sana terasa pegalnya. Apalagi sepedaan, pas pulang ndak bengkak betista? Hahaha
Awal musim hujan atau akhir kemarau adalah waktu yang tepat berkunjung ke arah pucak, Tompobulu umumnya. Melewati jalan yang hijau oleh pohon mahoni. Kalau musim kupu-kupu akan lebih semerbak nuansa paginya.
Cemburuku lihatki anak mudayya bela. Naik sepeda sejauh itu. Eh tapi pernahja juga jalan kaki setiap hari dari jalan G, Bawakaraeng ke Jl. Cakalang. Lumayan jauhmi itu to?
Saya baru tau kalo di daerah Pucak banyak purnawirawan yang tinggal di sana. Pantesan temanku yang menantunya Pak HZB. palaguna bilang ada villa mertuanya di sana.
saya pernah kesana tapi dak tau kalau ada begitu2an kak, weh naik sepeda ki dih kesana, luar biassaaa, naik motorka saja bosan baru sampai
wah anak panahnya diberi nama, sudah pasti pak Dayat sangat menghargai anak panah tersebut. Btw baruka tau ini puncak teaching farm, mirip Ma’ra yang di sinjai…
Deh pernahka juga ke pucak, tp bermotor. Dan jauh sekali kurasa.. Mantap memang om adda ini pesepeda handal. Sepedata ada namanya om ?*eh haha
Deh kerennya ini Pak Dayat.. Bisa DIT senapan.. Ikan hasil tangkapannya Pak Dayat dikonsumsi sehari hari atau dijual kak? wkwkwk
*DIY
Senangny itu pak Dayat dikunjungi sama Daeng Adda.
Sejuk tong juga pemandangan yang dilalui, naik sepeda pula
Gila. Pak dayat trnyata punya alat sndiri ya. Namanya keren2 lagi. Pling keren sih paku alam. Soalnya klo beruntung spatau bisa narik harta Karun ke atas. Sya tidak habis pikir mekanisme pancingannya kyak bgaimana kak. Smacam tombak kah, atau pancingan biasa.
Kayaknya zaman smp atau sma di Makassar dulu pernah k’ ke Pucak. Kalau ndak salah ke kebun binatang mini atau ke taman bunganya gitu. Lupa-lupa ingat. Jalan menuju ke sana jauhnya minta ampun, sudah gitu panas pula. Hahaha..
Waktu masih tinggal di Kariango, beberapa kali iseng-iseng naik motor sore-sore ke Pucak sama Anbhar. Tapinya nda masuk mi karena sudah kesorean. Naik motor saja na subhanallah jalurnya meskipun aspal mulus tapi mendaki. deh kita naik sepeda ke sana